INDONESIA INGGRIS MANDARIN

Nanti Kita Cerita tentang Timor Tengah Selatan Hari Ini

Rabu, 23 Maret 2022 | 10:35
Nanti Kita Cerita tentang Timor Tengah Selatan Hari Ini
Ari Junaedi

 

Penulis : Ari Junaedi*

Selalu ada sapa “selamat pagi” dari para pelajar sekolah di Soe, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan nun di timur Nusa Tenggara saat saya berpapasan dengan mereka di pagi hari. Ramah, dan menyungging senyum di antara deretan gigi putihnya. Mereka berjalan menyusuri jalanan lengang di Soe dengan melintas pekarangan rumah yang penuh dengan tanaman sayur menuju sekolahnya masing-masing. Hampir setiap rumah selalu ada tanaman jagung “pulut” yang tumbuh, seakan menjadi penanda betapa jagung adalah makanan keseharian warga.

Jika dilihat secara kasat mata, saya kerap menjumpai pelajar yang memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur mereka. Kota Soe, seperti halnya daerah-daerah lain di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) lainnya memiliki prevalensi stunting yang tinggi. Bahkan angka prevalensi stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3 persen, paling tinggi di Nusa Tenggara Timur. Bahkan untuk level nasional.

Dipilihnya Timor Tengah Selatan pada khususnya dan Nusa Tenggara Timur pada umumnya dalam kunjungan Presiden Joko Widodo pada Kamis (24 Maret 2022) kali ini menyiratkan “perhatian penuh” untuk penanganan persoalan stunting yang begitu tinggi. Berdasarkan data SSGI 2021, NTT masih memiliki 15 kabupaten berkategori “merah”. Penyematan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten Timor Tengah Selatan jika dinarasikan kurang lebih bermakna ada 48 balita tergolong kategori stunting di antara 100 balita yang ada di Timor Tengah Selatan. Secara nasional, Kabupaten Timor Tengah Selatan menduduki pemuncak nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas. Bahkan standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting di kisaran 20 persen. Artinya prevalensi stunting di Timor Tengah Selatan melebihi dua kali standar dari WHO.

Pesan Peduli Stunting dari Timor Tengah Selatan
Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, infeksi berulang, serta stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan sang anak.

Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan. Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan.

Selain itu stunting dapat menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan otak dan menjadi pemicu penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes dan penyakit yang berkaitan dengan jantung di masa dewasa si anak.

Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepannya.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut kerugian akibat stunting bisa mencapai 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Bruto Domestik (PDB) setiap tahunnya. Saat membuka Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana atau Program Bangga Kencana di Jakarta, 22 Maret 2022 lalu, Ma’ruf Amin menghitung jika PDB Indonesia di tahun 2020 sebesar Rp 15 ribu triliun maka potensi hilangnya kerugian akibat stunting mencapai Rp 450 triliun.

Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak bisa “berjuang” sendiri, butuh kolaborasi dan konvergensi semua pemangku kepentingan termasuk pelibatan semua komponen masyarakat. Menurut data Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan di 2020 terdapat 37.320 jiwa penduduk miskin ekstrem dari total 455.410 jiwa penduduk.

Bahkan Bupati Timor Tengah Selatan Egusem Pieter Tahun menyebut, saat ini jumlah penduduk miskin ekstrem sudah menyentuh angka 46 ribu dengan memperhitungkan dampak pandemi Covid-19. Sementara rumah tangga yang memiliki sanitasi layak baru mencapai 60,04% atau 69.602 rumah tangga. Masih ada 26 ribu rumah tangga malah tidak memiliki jamban sama sekali dan hal ini menjadi penyebab masih rentannya masalah kesehatan di masyarakat.

Belum lagi jumlah dokter yang berdinas di Rumah Sakit Umum Daerah Timor Tengah Selatan hanya memiliki 13 dokter, minus dokter kandungan, penyakit dalam dan anestesi. Dengan jumlah pusat kesehatan masyarakat (Puskemas) mencapai 36 buah, ketersediaan layanan dokter yang hanya berjumlah 21 dokter berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadikan layanan kesehatan di masyarakat menjadi jauh dari kata ideal. Keberadaan dokter dengan status pegawai tidak tetap dengan masa kerja yang terbatas, menjadikan pelayanan kesehatan di kabupaten yang memiliki 278 desa tidak berjalan optimal.

Diakui Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, rencana kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Soe ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan pada Kamis, 24 Maret 2022 mendatang menunjukkan kepedulian dan komitmen “penuh” dari Presiden dan Pemerintah Pusat akan pengentasan persoalan stunting. Bagi Presiden Jokowi, NTT selalu ada di hati dan BKKBN memastikan amanah dari Presiden untuk akselarasi penurunan stunting tetap dalam jalur yang tepat.

Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia atau yang dikenal dengan RAN PASTI menunjukan “keseriusan” dalam penanganan stunting di Pusat maupun di Daerah termasuk di Timor Tengah Selatan.

Menurut Hasto Wardoyo yang juga Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional, khusus untuk Kabupaten Timor Tengah Selatan diberi target penurunan prevalensi stunting dari 43,01 persen di akhir 2022 diharapkan dapat terus melandai di angka prevalensi 36,22 persen di 2023 dan kemudian di 2024 bisa menuju di angka 29,35 persen.

Rencananya, Presiden Joko Widodo akan meninjau secara langsung program-program yang dihelat BKKBN dalam percepatan penururunan stunting di Timor Tengah Selatan. Diantaranya pemeriksaan kesehatan calon pengantin untuk deteksi dini potensi stunting; pemeriksaan ibu hamil; penimbangan dan pengukuran tinggi balita; kunjungan ke rumah warga serta proses pembangunan program bedah rumah serta peresmian rumah pompa air. Masalah pembenahan sanitasi dan kelayakan rumah sehat untuk warga menjadi salah satu program percepatan penurunan stunting dari lintas kementerian dan lembaga yang dikoordinir BKKBN.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda yang baru berkeluarga dan yang akan berkeluarga. Tahun 2025 hingga 2035 adalah puncaknya bonus demografi sehingga kita tidak boleh lengah akan potensi lahirnya bayi-bayi stunting. Stunting bisa dicegah asalkan kita semua berkonvergensi untuk mengatasi persoalan itu

Kisah kerja kolaboratif bersama, membangun kepedulian bersama dari semua kalangan di Timor Tengah Selatan dalam percepatan penurunan stunting suatu saat akan menjadi cerita yang akan diingat oleh generasi mendatang.

Jerih payah semua pihak, pelibatan semua unsur di BKKBN di pusat maupun di daerah serta ketulusan yang diberikan Presiden Jokowi untuk mempercepat penurunan stunting di Timor Tengah Selatan dan seluruh persada Nusantara suatu hari nanti akan menjadi noktah sejarah yang layak dikenang.

Keluarga berencana sudah waktunya
Janganlah diragukan lagi
Keluarga berencana besar maknanya
Untuk hari depan nan jaya
Putra-putri yang sehat cerdas dan kuat
'kan menjadi harapan Bangsa
Ayah ibu bahagia, Rukun raharja
Rumah tangga tenteram sentosa

(Lirik Mars Keluarga Berencana – Mochtar Embut)

*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi dan kolomnis

Editor : Toro
KOMENTAR